Minggu, 05 Maret 2017

INILAH ORANG YANG BANGKRUT DI HARI KIAMAT


Ada sebagian muslim yang berfikir tentang gosip adalah hal sepele, dia begitu menikmati membicarakan aib orang lain. Ketika dia ditegur oleh temannya, “Eh, ga baik ah ngomongin kejelekan orang lain, dosa lho gosipin orang”.
Bisa jadi dia beralasan:
"Tapi kan apa yang saya omongin itu memang benar apa adanya...
Saya kan ga mengada-ngada, itu emang fakta koq...
Ah orang lain juga kan biasa aja ngomongin dia, apa masalahnya?"

Tahukah Anda, gosip itu sangat berbahaya. Beneran sangat berbahaya. Mari kita simak riwayat hadits Muslim berikut ini :
“Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Kemudian beliau bersabda, ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci.
Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakan itu betul-betul ada pada dirinya?’ Beliau menjawab, ‘Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika apa yang kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah memfitnah.”

Melihat dari hadits di atas, berarti segala ucapan buruk kita tentang seseorang, kalau gak masuknya ghibah berarti fitnah. Tidak ada kebaikan sama sekali. Lain halnya kalau kita membicarakan kebaikan seseorang, misal kita kagum kebaikan orang, Insya Allah itu baik, memotivasi orang.

Mari simak hadits lain dari riwayat Muslim berikut ini...

Rasulullah bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?”
Mereka menjawab, "Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta/barang.”
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu.
Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebus, diambillah kejelekan/ kesalahan yang dimiliki oleh orang yang didzaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.”

Berdasarkan hadits panjang di atas, kita sebaiknya waspada akan perbuatan ini. Tidak boleh lagi dianggap sepele, karena konsekuensiya jelas, pahala kita akan berpindah begitu saja kepada orang yang kita gosipkan, dan dosa orang itu berpindah kepada kita.

Kalau kita mengamati, setiap hari kita sudah diminta memikirkan urusan orang, lewat berita, lewat gosip. Padahal urusan kita sendiri juga belum selesai. Masih ada tugas kuliah, masih ada cucian baju, masih ada hafalan Quran yang belum selesai. Banyak racunnya itu.

Hati-hati dengan kemasannya. Gosip itu bagus memang bungkusannya, sangat menarik memang, sering bibir ini gatal kalau gak ikutan ngomongin orang. Bisa jadi niat awal kita ga kefikiran, eh karena teman kita mulai, kita jadi ikut-ikutan ngomongin.

Lalu bagaimana kalau kita terlanjur berucap gosip? Kita punya tuntunan berdasarkan Quran dan Hadits, kalau kita berbuat salah, segera istighfar, lalu ikuti dengan amalan baik, jika ada orangnya maka bersegera minta maaf kepada orang tersebut, jangan diulangi lagi.

Selain kita harus berhati-hati dari perbuatan ghibah, kita juga harus berhat-hati dengan perbuatan yang merugikan orang lain, walaupun hal itu kita anggap sepele. Misal kalau kita keluar dari masjid tanpa sengaja, sendal orang lain tertendang sehingga jadi berjauhan. Lalu kita tidak kembalikan.

Hati-hati hal itu akan menimbulkan rasa tidak suka dari pemilik sendalnya. Bayangkan kalau kita berada di posisi orang itu. Lagi-lagi jangan dianggap sepele perbuatan ini. Mending kalau kita kenal orangnya kita bisa minta maaf. Bagaimana kalau tidak?

Ada satu kisah, Imam Ahmad pernah meminta muridnya untuk membeli mentega. Begitu datang dengan mentega, ada lapisan koran, tipis, terbawa dengan mentega itu. Kata Imam Ahmad, “Apa itu yang menempel di bawah mentega?” Muridnya menjawab, “Ini koran, ya Imam.”
“Sudah minta izin belum sama pemiliknya?” Sahut Imam Ahmad, “Belum ya Imam, tadi saya ambil saja.” Jawab muridnya. Lalu Imam Ahmad menyuruh untuk mengembalikannya, “Minta izin dulu, baru bawa ke sini!” Cuma sekedar koran saja!

Dari contoh di atas, Imam Ahmad jeli, jangan sembarangan mengambil barang milik orang lain, walaupun hanya sekedar koran bekas. Masalahnya kita sering menyepelekan, “Ah, orang lain juga biasa berbuat gitu.” Hati-hati! Bisa jadi pemiliknya mencela Anda tanpa Anda tahu.

Imam Ahmad seorang ulama besar, ahli hadits, hafal Quran tapi Subhanallah beliau sangat berhati-hati dengan amalan seperti ini. Nah kita, orang biasa, bukan ulama, hafal hadits bergantung dari google, hafalan Quran sedikit, kadang-kadang menyepelekan hal seperti ini.

Demikian sahabat, semoga tulisan sederhana ini bisa mengingatkan kita agar dapat menjaga diri dari perbuatan ghibah dan merugikan orang lain.


Silakan share jika dirasa bermanfaat...