Indahnya menikah tanpa pacaran, ketika berulang kali kami menyampaikan hal ini, bahkan menuliskan buku tentang ini tak sedikit di antara para remaja, anak muda terlebih yang masih “jomblo” mengecam, beragam pertanyaan dan pernyataan muncul beberapa diantaranya
- “Mungkinkah menikah tanpa pacaran di zaman sekarang?”
- “Bagaimana mau kenal semua sifat calon pasangan kita jika tidak pacaran?”
- “Akankah menikah tanpa pacaran akan bahagia?”
- “Bagaimana jika kita tidak mencintai orang yang kita nikahi?”
- “Menikah tanpa pacaran? kayaknya susah deh”
- “Menikah tanpa pacaran?, gimana caranya?”
- “Memang kenapa gak boleh pacaran?”
- “Apakah ada masalah dengan pacaran?”
Serta beragam lagi pernyataan dan pertanyaan serupa yang intinya adalah ragu, tidak percaya dan merasa mustahil dengan konsep indahnya menikah tanpa pacaran. Bagi anda yang mungkin juga merasa bingung tentang hal ini, in syaa Allah pada tulisan kali ini kita akan mengupas menikah tanpa pacaran.
Kenapa tidak boleh pacaran? Benar tidak semua pacaran berujung pada perzinaan, tapi semua perzinaan berawal dari pacaran (kecuali prostitusi), jadi bisa kita simpulkan kalau pacaran adalah gerbang utamanya zina, melakukan aktivitas pacaran adalah satu langkah menuju kepada perzinaan, diawali dengan zina-zina kecil seperti zina hati ketika mengingat pacar melebihi kita mengingat Allah, zina mata ketika bertemu dan pandangan-pandangan yang menggetarkan hati serta syahwat, zina fisik seperti tangan ketika saling pegangan, ketika berpelukan sampai dengan aktivitas-aktivitas zina lainnya hingga zina yang paling besar dan paling Allah murkai.
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)
Semuanya berawal dari hati, awalnya memang sekedar ketemu dan ngobrol biasa, berlanjut mencoba saling pegang, memang tidak dirasa, tidak disangka tapi ya begitulah syetan menggoda hingga akhirnya tergadailah kehormatan, yang tersisa hanya penyesalan. Ini dalah dasar utama kenapa pacaran tidak dibolehkan dalam islam karena isinya dari hilir sampai ke hulu maksiat, capek hati, capek pikiran dan berujung kekecewaan baik itu ketika tergadai harga diri atau diputus dan ditinggal atau mungkin dikhianati cintanya, ya, intinya sama, sama-sama kecewa. Sementara sekecil-kecilnya maksiat pacaran adalah zina hati, mustahil rasanya jika orang yang pacaran bisa terbebas dari zina yang satu ini, karena pacaranpun dimulai karena keterpautan hati.
Menikah tanpa pacaran?
Mungkinkah? Jawabannya adalah sangat mungkin sekali, bahkan akan jauh lebih indah, indah karena sebab memulai sebuah jalinan rumah tangga dengan jalan yang Allah dan Rasul-Nya ridhoi, Menikah tanpa pacaran memang tidak akan menjamin pernikahanmu bahagia, sukses, langgeng, tidak sama-sekali. Akan tetapi dengan menikah tanpa pacaran anda telah memulai sebuah pernikahan dengan cara yang Allah ridhoi, jika dimulai dengan jalan kebaikan In syaa Allah akhirnyapun akan baik. Akan tetapi setelah menikah tanpa pacaran pernikahan akan berjalan plong damai, tidak tentunya, karena menjalani rumah tangga, butuh ilmu lagi, butuh bekal maka belajarlah untuk menghadapinya.
Permasalahan yang muncul ketika ingin menikah tanpa pacaran adalah bagaimana mengenal pasangan, tentu dengan menikah tanpa pacaran kita tidak bisa mengenali semua sifat calon pasangan kita, lha emang dengan nikah lewat pacaran bisa kenal semua sifat calon pasangan?, enggak juga
kan?. Nah ini yang perlu kita luruskan lagi, semua orang berpendapat kalau menikah kita mesti kenal semua tentang calon pasangan kita, kami katakan ini tidak akan bisa artinya mustahil, karena mengenal pasangan itu adalah proses yang panjang dan sejatinya proses mengenal calon pasangan itu adalah setelah akad pernikahan, setelah hidup bersama, itulah sejatinya proses pengenalan.
Lalu awal menikah bagaimana?, awal menikah tak perlu anda tau semua sifat dan karakternya karena itupun mustahil dilakukan, tapi cukup kenal sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita :
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus
agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Iya, begitulah Rasulullah mengajarkan pada kita, dalam menikah kita cukup mengetahui hartanya, kedudukannya, parasnya dan karena agamanya. Namun di sini Rasulullah menekankan agar menikah karena agamanya. Jadi hal penting dan utama yang perlu kita ketahui adalah Agama calon pasangan kita, ketaatannya pada Allah dan Rasul-Nya, Akhlaknya. Ketika kita sudah menikah dengan yang memiliki keimanan dan ketakwaan maka yakinlah orang yang menikah karena takwa pada Allah tentu dia akan melayani pasangannya sebagai bentuk dari ketakwaannya menjalankan perintah Allah, dia mencintai pasangannya semata mengharap ridho Allah.
Menerima kelebihan pasangannya serta melengkapi kekurangan pasangannya, bersyukur atas semua kesempurnaannya dan bersabar menerima hal-hal yang belum sempurna, itulah sejatinya pernikahan saling menyempurnakan bukan saling menuntut kesempurnaan. Yang mana hal ini tentu hanya akan dicapai dengan baiknya iman serta indahnya takwa pada Allah SWT.
Oleh : Agus Ariwibowo
sumber dari sini