Di sepanjang sejarah
Inggris, adalah Ratu Elizabeth I yang umumnya dianggap raja yang paling
terkemuka. Empat puluh lima tahun pemerintahannya merupakan masa kemakmuran
ekonomi, berkembangnya kesusastraan, dan munculnya Inggris jadi kekuatan armada
laut nomor wahid di atas samudera. Tatkala Inggris tak lagi punya raja-raja yang
menonjol, muncullah yang mengangkat Inggris ke jaman keemasan.
Elizabeth lahir tahun 1533 di
Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII, perintis babak pembaharuan
Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri kedua Henry. Anne dipenggal kepalanya
hingga menggelinding bagai sebutir nyiur tahun 1536 dan beberapa bulan kemudian
parlemen keluarkan pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun
sebagai "anak sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang
tidak menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya). Meski ada
kutukan parlemen, Elizabeth dibesarkan dalam rumah tangga kerajaan dan peroleh
pendidikan baik.
Henry VIII tutup usia tahun 1547
tatkala umur Elizabeth tiga belas tahun. Sebelas tahun sesudah
itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa dianggap berhasil. Edward VI, saudara tiri Elizabeth naik tahta antara tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, kentara sekali politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik Romawi. Selama pemerintahannya kaum Protestan Inggris diuber-uber dan ditindas, bahkan sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini menyebabkan ratu dapat julukan tak sedap: "Mary yang berdarah." Elizabeth sendiri ditahan dan disekap di Menara London. Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam beberapa waktu berada dalam ancaman bahaya. Tatkala Mary tutup usia (tahun 1558) Elizabeth yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini memberi kecerahan buat penduduk Inggris.
itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa dianggap berhasil. Edward VI, saudara tiri Elizabeth naik tahta antara tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, kentara sekali politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik Romawi. Selama pemerintahannya kaum Protestan Inggris diuber-uber dan ditindas, bahkan sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini menyebabkan ratu dapat julukan tak sedap: "Mary yang berdarah." Elizabeth sendiri ditahan dan disekap di Menara London. Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam beberapa waktu berada dalam ancaman bahaya. Tatkala Mary tutup usia (tahun 1558) Elizabeth yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini memberi kecerahan buat penduduk Inggris.
Banyak masalah yang menghalang ratu
muda belia ini: peperangan melawan Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia
dan Spanyol; kondisi moneter pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah
awan gelap perpecahan agama yang bergantung di atas kepala Inggris.
Kemelut terakhir ini ditangani lebih
dulu. Tak lama sesudah Elizabeth naik tahta, undang-undang tentang "Supremasi
dan Persamaan" disahkan tahun 1559, menetapkan Anglican sebagai agama resmi
Inggris. Ini memuaskan pihak kaum Protestan moderat, tetapi kaum Puritan
menghendaki perubahan yang lebih drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum
Puritan di satu pihak dan kaum Katolik di lain pihak, selama masa
pemerintahannya tetap bertahan memantapkan kompromi yang tertera dalam
undang-undang tahun 1559.
Situasi keagamaan menjadi ruwet
dengan keadaan yang berkaitan dengan Ratu Mary dari Skotlandia. Mary dipaksa
meninggalkan Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris. Sesampai di Inggris dia
menjadi tahanan Ratu Elizabeth. Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar
kekerasan dan semau-maunya: Mary penganut Katolik Romawi dan juga punya tuntutan
yang layak menggantikan tahta Elizabeth. Ini berarti, andaikata ada
pemberontakan atau pembunuhan yang berhasil, Inggris akan punya lagi ratu
beragama Katolik. Selama penahanan Mary yang sembilan belas tahun itu memang ada
beberapa kali komplotan menghadapi Elizabeth dan ada cukup bukti keterlibatan
Mary. Akhirnya di tahun 1587 Mary dihukum mati. Elizabeth menandatangani vonis
hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para menterinya dan umumnya anggota
parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh lebih cepat lebih baik.
Pertentangan agama betul-betul
membahayakan Elizabeth. Di tahun 1570 Paus Pius V mengucilkan dan
memerintahkannya turun tahta; dan di tahun 1580 Paus Gregory XIII mengeluarkan
pengumuman bahwa tidaklah berdosa membunuh Elizabeth. Tetapi, keadaan juga yang
menguntungkan Elizabeth. Sepanjang masa pemerintahannya, kaum Protestan tercekam
rasa takut terhadap kebangunan kembali Agama Katolik di Inggris. Elizabeth
menampakkan dirinya bagai perisai menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan
sumber penyebab pokok kepopulerannya di kalangan massa Protestan Inggris yang
besar itu.
Elizabeth menangani politik luar
negeri dengan cermat, luwes, dan berpandangan jauh. Di awal-awal tahun 1560 dia
merampungkan "Perjanjian Edinburgh" yang menjamin penyelesaian damai dengan
Skotlandia. Perang dengan Perancis berakhir dan hubungan kedua negara membaik.
Tetapi, angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris terlibat pertentangan dengan
Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang, tetapi buat Katolik militan
Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol dengan Protestan Inggris sulit
terelakkan. Pemberontakan di Negeri Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan
faktor pembantu: pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala
Spanyol menggenjot pemberontak, Elizabeth membantu Negeri Belanda, meskipun
sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya gairah berperang. Umumnya rakyat Inggris
seperti juga para menteri dan parlemen lebih bernafsu angkat senjata daripada
Elizabeth. Karena itu, ketika perang dengan Spanyol akhirnya meletus juga di
tahun 1580an, Elizabeth peroleh dukungan kuat rakyat Inggris.
Bertahun-tahun Elizabeth secara
tekun membangun Angkatan Laut Inggris; tetapi, Raja Philip II dari Spanyol juga
bergegas membangun armada besar --Armada Spanyol-- untuk melabrak Inggris.
Armada Spanyol punya kapal-kapal yang hampir seimbang banyaknya dengan kepunyaan
Inggris, tetapi kelasinya lebih sedikit; lebih dari itu, pelaut Inggris lebih
terlatih baik dan kualitas kapal serta persenjataan meriamnya lebih bagus.
Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu berakhir
dengan kekalahan mutlak pihak Spanyol. Sebagai akibat kemenangan ini, Inggris
menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan Laut paling jempol di dunia, posisi yang
tetap dipegangnya hingga abad ke 20 ini.
Elizabeth senantiasa cermat dalam
soal keuangan. Di awal-awal pemerintahannya kondisi keuangan kerajaan Inggris
sungguh sehat. Tetapi-tentu saja cekcok dengan Spanyol meminta biaya mahal dan
di akhir pemerintahannya keadaan keuangannya amat miskin. Tetapi, kendati
kerajaan miskin, keadaan negara secara keseluruhan berkondisi lebih makmur
ketimbang pada waktu Elizabeth melekatkan mahkota di ubun-ubunnya.
Pemerintahan Elizabeth selama empat
puluh lima tahun (dari tahun 1558 sampai 1603) sering dianggap "Jaman keemasan
Inggris." Beberapa penulis termasyhur Inggris, termasuk William Shakespeare,
hidup di jaman itu. Jelas-jelas Elizabeth punya saham dalam perkembangan
kultural ini. Dia beri semangat teater Shakespeare menghadapi oposisi
pemerintahan lokal kota London. Tetapi, tak ada perkembangan musik atau lukisan
yang bisa menandingi perkembangan kesusastraan.
Era Elizabeth juga menyaksikan
bangkitnya Inggris selaku penjelajah. Ada berulang kali perjalanan ke Rusia dan
percobaan-percobaan oleh Martin Frobisher dan oleh John Davis mencari jalan arah
barat laut menuju Timur Jauh. Sir Francis Drake berlayar keliling dunia (dari
tahun 1577 hingga 1580), menjejakkan kaki di California dalam perjalanan itu.
Juga ada percobaan yang gagal (oleh Sir Walter Raleigh dan lain-lainnya)
mendirikan pemukiman di Amerika Utara.
Kekurangan Elizabeth terbesar
mungkin ogah-ogahan menyediakan peluang buat pergantian tahtanya. Bukan saja dia
tak pernah kawin, tetapi dia selalu menghindari menetapkan penggantinya.
(Mungkin karena dia takut, jika dia tunjuk seseorang jadi penggantinya akan
segera jadi rivalnya). Apa pun alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya,
kalau saja dia mati muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari Skotlandia),
Inggris mungkin sudah kecemplung dalam kancah perang saudara sesudah
penggantian. Nasib baik buat Inggris, Elizabeth hidup sampai umur tujuh puluh
tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya melayang, dia sebut Raja James II
dari Skotlandia (putera Mary dari Skotlandia) menjadi penggantinya. Meskipun ini
berarti persatuan antara Inggris dan Skotlandia di bawah satu mahkota, ini
merupakan pilihan yang membingungkan. Baik James maupun puteranya Charles I
terlampau otoriter buat selera Inggris, dan di abad tengah perang saudara pun
meledaklah.
Elizabeth punya kecerdasan yang
melebihi orang biasa dan seorang politikus yang cakap, tegas, punya pandangan
luas. Berbarengan dengan itu dia punya kehati-hatian dan konservatif. Dia
mengidap ketidaksukaan berperang dan pertumpahan darah meskipun jika diperlukan
dia bisa bersiteguh. Seperti halnya ayahnya, dia menjalankan pemerintahan dengan
kerjasama parlemen dan bukan melawannya. Karena dia tidak kawin, maka tampaknya
dia masih perawan seperti dikemukakannya di muka umum. Tetapi, tidaklah pula
terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk jenis perempuan pembenci lelaki.
Malah sebaliknya, dia jelas menyukai pria dan gemar bergaul dengannya. Elizabeth
punya kemampuan memilih menteri-menterinya yang becus. Sebagian dari hasil-hasil
yang dicapainya antara lain berkat Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi
penasihat utamanya sejak tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.
Pokok-pokok keberhasilan Elizabeth
bisa diringkas sebagai berikut Pertama, dia memimpin Inggris selama tahap kedua
jaman pembaharuan tanpa pertumpahan darah yang berarti. (Berbeda dengan Jerman
di mana tiga puluh tahun perang (1618-1648) membunuh lebih dari dua puluh lima
persen penduduk, sungguh menyolok). Selain dia, meredakan rasa benci keagamaan
antara Katolik Inggris dan Protestan Inggris, dia berhasil pula menjaga
persatuan bangsa. Kedua, empat puluh lima tahun pemerintahannya --Era
Elizabeth-- umumnya dianggap jaman keemasan suatu bangsa besar di dunia. Ketiga,
adalah juga di masa pemerintahannya Inggris muncul selaku kekuatan pokok, posisi
yang bisa dipertahankannya berabad berikutnya.
Kedudukan Elizabeth di dalam daftar
urutan buku ini punya keluar biasaan yang jelas. Pada pokoknya, buku ini
merupakan daftar para inovator besar, orang-orang yang mengedepankan
gagasan-gagasan baru atau membawa perubahan sesuatu keadaan. Elizabeth bukanlah
seorang pembaharu, bukan seorang inovator, dan garis kebijaksanaan politiknya
umumnya berhati-hati dan konservatif. Kendati begitu, banyak kemajuan terjadi di
masa pemerintahannya dibanding umumnya penguasaa yang dengan sadar menghendaki
kemajuan.
Elizabeth tidak mencoba berhubungan
langsung dengan persoalan gawat yang merupakan urusan wewenang parlemen dan
kerajaan. Tetapi, dengan cara hanya menjauhi diri menjadi seorang despot, dia
mungkin jadi pendorong utama hidupnya demokrasi di Inggris daripada dia
mengumumkan sebuah konstitusi demokratis. Elizabeth tidak mencari kehebatan
bidang militer dan pula tidak berminat membangun suatu empirium besar. (Memang,
di bawah Elizabeth, Inggris tidaklah punya tanda-tanda sebuah empirium). Kendati
begitu, dia mewariskan Inggris Angkatan Laut terkuat di dunia dan meletakkan
dasar-dasar empirium Inggris yang menyusul kemudian.
Kebesaran empirium seberang lautan
Inggris diperoleh sesudah matinya Elizabeth, paling tidak sebagian terbesamya.
Banyak orang yang memainkan peranan penting pembentukan empirium Inggris yang
dalam beberapa hal bisa dianggap sebagai hasil wajar ekspansi Eropa secara umum
dan kedudukan geografis Inggris. Haruslah pula dicatat bahwa banyak negara Eropa
lain yang berpantaikan Samudera Atlantik (Perancis, Spanyol dan bahkan Portugis)
juga membangun empirium besar.
Lagi pula, peranan Elizabeth
mempertahankan Inggris dan ancaman Spanyol mudah dilebih-lebihkan. Jika dikaji,
tidaklah tampak Spanyol itu pernah merupakan ancaman serius terhadap kemerdekaan
Inggris. Haruslah diingat, pertarungan antara armada Inggris lawan armada
Spanyol sama sekali tidak terlalu berlangsung secara jarak dekat. (Tak satu pun
Inggris kehilangan kapalnya!). Dan lebih jauh dari itu, bahkan andaikata Spanyol
berhasil mendaratkan pasukan di Inggris, sukarlah dibayangkan mereka dapat
menaklukkannya. Angkatan bersenjata Spanyol tidak pernah mencapai kemenangan
yang mengesankan di mana pun di Eropa. Jika Spanyol tidak mampu menumpas
pemberontakan di negeri Belanda, jelaslah tak ada potongan dia bisa menaklukkan
Inggris. Menjelang abad ke-16, nasionalisme Inggris jauh lebih kuat dari
kemungkinan Spanyol bisa menaklukkannya.
Lantas di mana Elizabeth mesti
ditempatkan di daftar buku ini? Dasarnya dia tokoh lokal. Jika dibandingkan
dengan Peter yang Agung dari Rusia tampaknya tak setara. Ditilik dari sudut
fakta jelas Peter jauh lebih inovatif ketimbang Elizabeth. Saya akan peroleh
kesulitan meyakinkan orang Rusia yang punya pikiran jernih bahwa Elizabeth
ditempatkan lebih tinggi dalam urutan dari Peter. Sebaliknya, diukur dari
pentingnya peranan yang dimainkan Inggris dan orang Inggris di abad-abad sesudah
Elizabeth adalah suatu kesalahan menempatkannya terlampau jauh di belakang
Peter. Dalam banyak hal, tampaknya jelas hanya sedikit raja-raja dalam sejarah
punya keberhasilan sebanyak Elizabeth.