Banyak kaum muslim yang tidak mengenal Liwa’ dan Rayah. Barat dan para pembenci Islam telah berhasil menanamkan persepsi keliru di benak orang-orang, termasuk kaum muslimin, sehingga mereka mengira bahwa kedua bendera mulia ini adalah perlambang teror dan 'radikalisme' Islam.
Lalu apa itu Liwa’ dan Rayah?
Ibnu Abbas ra berkata, “Rayah Rasul SAW berwarna hitam, sedangkan Liwa’nya berwarna putih,” (HR.Tirmidzi & Ibnu Majah)
Al-Liwa’ dan ar-Rayah dari sisi bahasa merujuk kepada semua al-‘alam (bendera). Di dalam Qâmûs al-Muhîth dinyatakan: ar-Rayah adalah bendera (al-‘alam) dan bentuk jamaknya ar-râyât, sedangkan al-Liwâ’ adalah bendera (al-‘alam) dan bentuk jamaknya alwiyah. Syara’ memberi masing-masingnya penjelasan dari bentuk dan penggunaannya, sebagai berikut,
Al-Liwâ’ itu berwarna putih, bertuliskan tulisan hitam ‘Lâ Ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh’, yang diberikan kepada panglima pasukan atau komandan pasukan untuk menjadi penanda posisinya. Al-Liwa’ berpindah-pindah mengikuti posisi panglima atau komandan itu.
Anas bin Malik ra berkata, ‘Ketika Rasulullah saw mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima pasukan untuk memerangi Romawi, beliau mengangkatkan liwa’nya dengan tangannya. (HR.An-Nasa’i)
Liwa’ ini juga merupakan bendera resmi Daulah Islam di masa Rasulullah SAW dan para Khalifah setelah beliau SAW.
Sedangkan Ar-Rayah adalah panji berwarna hitam, bertuliskan tulisan putih Lâ Ilâha illâ Allâh Muhammad Rasulullah, yang diberikan kepada komandan divisi pasukan (setingkat batalyon, brigade, dan satuan pasukan lainnya). Di antara dalilnya adalah ketika Rasulullah memberikan Rayah kepada ‘Ali ra di perang Khaibar, sebagai simbol penunjukan beliau (‘Ali ra) sebagai komandan divisi atau batalyon tentara.
Membawa kedua bendera ini merupakan salah satu kebanggaan dan tugas yang mulia. Seorang muslim yang mengemban amanah untuk memegangnya akan mempertahankannya meski dengan taruhan.